Sebelum memulai usaha, pemilihan lokasi menjadi faktor penting yang harus diperhitungkan dengan cermat. Lokasi yang strategis tidak hanya mendukung kelancaran operasional bisnis tetapi juga memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Kesalahan dalam menentukan lokasi dapat menghambat proses perizinan serta aspek legalitas usaha.
Beberapa sektor industri memiliki aturan khusus terkait lokasi usaha yang wajib dipatuhi. Selain itu, secara umum, setiap pelaku usaha harus memiliki izin lokasi sebelum menjalankan bisnisnya.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja, terdapat perubahan dalam sistem perizinan lokasi yang berpengaruh pada mekanisme perizinan usaha. Saat ini, izin lokasi dikenal dengan istilah Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), yang menjadi persyaratan utama dalam pengurusan izin usaha.
KKPR terdiri dari dua jenis yang disesuaikan dengan kondisi wilayah, yaitu Konfirmasi KKPR (KKKPR) dan Persetujuan KKPR (PKKPR).
Oleh sebab itu, para pelaku usaha perlu memahami perbedaan serta fungsi dari PKKPR dan KKPR dalam kaitannya dengan perizinan lokasi. Dengan wawasan yang baik mengenai hal ini, bisnis dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Pemahaman KKPR dalam Proses Perizinan Usaha
Menurut Pasal 1 angka 20 dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2021 mengenai Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang (Permen ATR/BPN 13/2021), KKPR adalah dokumen yang menegaskan kesesuaian antara rencana pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang (RTR).
Setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, KKPR menjadi bagian dari proses perizinan usaha yang diterapkan melalui sistem Online Single Submission (OSS). Kebijakan ini menggantikan sistem izin lokasi usaha sebelumnya yang cenderung lebih kompleks dan membebani pelaku usaha.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP 5/2021), KKPR kini menjadi persyaratan utama sebelum pelaku usaha dapat mendirikan bisnis di suatu lokasi.
Tujuan utama penerapan KKPR adalah untuk memastikan bahwa lokasi usaha telah sesuai dengan kebijakan tata ruang yang berlaku, baik di tingkat daerah, provinsi, maupun nasional. KKPR sendiri dikategorikan menjadi dua jenis berdasarkan kondisi tata ruang di wilayah usaha, yaitu:
KKKPR adalah Dokumen ini memastikan bahwa rencana kegiatan sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), yaitu rencana rinci tentang tata ruang di tingkat kabupaten atau kota, lengkap dengan peraturan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
KKKPR diberikan apabila suatu wilayah telah memiliki RDTR yang telah terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS). Karena wilayah tersebut sudah memiliki perencanaan tata ruang yang jelas, KKKPR dapat diterbitkan secara otomatis tanpa perlu dilakukan kajian tambahan oleh pemerintah. Proses pengurusannya pun lebih cepat dibandingkan dengan PKKPR, karena hanya memerlukan konfirmasi melalui sistem OSS.
Sementara itu PKKPR adalah Dokumen ini memastikan bahwa rencana kegiatan sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) yang lebih luas, seperti untuk tingkat provinsi atau nasional.
PKKPR diberikan ketika suatu wilayah belum memiliki RDTR atau jika RDTR yang ada belum terintegrasi dalam sistem Online Single Submission (OSS).
PKKPR menjadi syarat penting karena sebelum menyetujui pemanfaatan ruang di suatu lokasi, pemerintah perlu melakukan kajian tambahan. Kajian ini dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN untuk memastikan bahwa rencana pemanfaatan ruang sejalan dengan kebijakan tata ruang yang berlaku.
Singkatnya, perbedaan antara KKKPR dan PKKPR bergantung pada keberadaan RDTR. Jika lokasi sudah memiliki RDTR, maka akan diterbitkan Konfirmasi KKPR. Jika lokasi belum memiliki RDTR tetapi ada RTR dari pemerintah pusat, maka akan diterbitkan Persetujuan KKPR.
Butuh bantuan dalam mengurus legalitas usaha? Silakan hubungi Lex Mundus melalui chat Whatsapp pada halaman ini atau email ke [email protected]. Terima kasih.