Perseroan Terbatas atau PT merupakan salah satu bentuk badan usaha berbadan hukum di Indonesia yang banyak dipakai untuk menjalankan bisnis. Sebagai badan hukum, PT memiliki karakteristik seperti adanya pemisahan kekayaan (asset) perusahaan dengan asset pribadi. PT juga merupakan subjek hukum yang memiliki kedudukan hukum sehingga dapat menuntut dan dituntuk di pengadilan.
Agar bisa menjadi subjek hukum yang utuk, PT memiliki struktur atau yang dikenal dengan organ perseroan yang dapat menjalankan hak dan kewajiban perseroan. Organ perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris yang memiliki perannya masing-masing.
Dalam sebuah Perseroan Terbatas (PT) di Indonesia, peran direksi sangat penting. Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan sehari-hari. Direksi bertanggung jawab atas operasional perusahaan sehari-hari, termasuk menjalankan strategi bisnis yang telah disepakati oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi memiliki wewenang untuk mengambil keputusan strategis yang berkaitan dengan bisnis perusahaan, seperti keputusan investasi, pengembangan produk, atau ekspansi pasar. Selain itu, direksi juga memiliki wewenang untuk mewakili perusahaan di pengadilan.
Dalam menjalankan tugasnya, direksi menjalankan prinsip Fiduciary duty, dimana direksi harus bertindak dengan itikad baik dan memprioritaskan kepentingan perusahaan di atas kepentingan pribadi mereka dalam menjalankan tugasnya. Ini adalah salah satu tanggung jawab utama yang diemban oleh direksi dalam sebuah Perseroan Terbatas (PT). Di Indonesia, konsep ini diatur oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
Dalam pasal Pasal 92 ayat (2) UU PT, disebutkan bahwa Direksi harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat dan dalam batasan yang ditetapkan oleh undang-undang atau anggaran dasar.
Oleh karena itu, Direksi tidak diperbolehkan melanggar fiduciary duty, seperti menandatangani kontrak yang jelas merugikan perseroan, perjanjian dengan syarat yang sangat tidak menguntungkan tanpa analisis atau tanpa persetujuan pemegang saham.
Apabila lalai dalam menjalankan tugas dengan itikad baik, sehingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan maka direksi harus bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian tersebut. hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 97 ayat (3) UU PT.
Dalam hal pemegang saham merasa dirugikan atas perseroan yang dianggap tidak adil atau tanpa alasan wajar akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris, berhak mengajukan gugatan terhadap PT di pengadilan negeri.
Jika suatu keputusan atau tindakan direksi dianggap melampaui kewenangan, maka hal ini dianggap tdak sah karena melampaui tujuan dan kapasitas yang ditetapkan perseroan. Jika terjadi hal demikian, maka direksi dapat dimintai pertanggung jawabannya atau menerima gugatan, tidak hanya sebatas perdata bahkan pidana jika terbukti ada unsur penipuan atau pelanggaran hukum lainnya.
Butuh bantuan dalam mendirikan PT dengan harga terjangkau? silahkan hubungi Lex Mundus sekarang juga melalui chat whatsapp pada halaman ini atau email ke [email protected]. Terima kasih.